1. Tren Isu SARA di Indonesia (2020–2024)
A. Politik Identitas yang Menguat
- Pemilu 2024: Meski tidak sekencang 2017 (Ahok), narasi agama masih dipakai secara halus, terutama di pilkada.
- Contoh: Isu "kandidat non-Muslim" di daerah mayoritas religius.
- Polarisasi: Masyarakat terbelah antara kelompok pluralis vs. konservatif.
B. Intoleransi & Diskriminasi
- Data Setara Institute (2023):
- 200+ kasus intoleransi (penutupan rumah ibadah, pelarangan kegiatan keagamaan).
- Provinsi paling rawan: Jawa Barat, Aceh, Sumatera Barat.
- Kasus Kekerasan:
- Persekusi Ahmadiyah (e.g., pengusiran di Lombok, 2023).
- Penyerangan gereja (e.g., di Riau, 2024).
C. Kebijakan Diskriminatif
- Perda Syariah:
- 24 daerah memiliki Perda berbasis syariah (e.g., larangan minuman keras, kewajiban jilbab).
- Kontroversi: Pemaksaan aturan ke non-Muslim (e.g., kasus SMKN 2 Padang).
- Blasphemy Law (UU Penodaan Agama):
- Digunakan untuk kriminalisasi kritik (e.g., kasus Lina Mukherjee tentang "jilbab opsional").
2. Akar Masalah
A. Faktor Politik
- Eksploitasi Isu Agama oleh Elite:
- Partai tertentu memainkan sentimen agama untuk mobilisasi massa.
- Contoh: PKS dengan narasi "perjuangan syariah".
B. Faktor Sosial-Ekonomi
- Ketimpangan & Kesenjangan:
- Kelompok marginal sering jadi sasaran kambing hitam (e.g., Tionghoa, Kristen dituduh "menguasai ekonomi").
- Radikalisme Online:
- Konten ustadz provokatif di TikTok/YouTube (e.g., ceramah anti-pluralisme).
C. Faktor Budaya
- Efek "Majoritarianisme":
- Mayoritas Muslim merasa berhak mendikte aturan untuk semua.
- Contoh: Penolakan gereja karena "mengganggu ketertiban".
3. Dampak terhadap Masyarakat
- Disintegrasi Sosial:
- Masyarakat terfragmentasi berdasarkan agama/etnis (e.g., komunitas eksklusif di kompleks perumahan).
- Ekonomi:
- Bisnis minoritas sering jadi target boikot (e.g., restoran "non-halal").
- Pendidikan:
- Sekolah-sekolah terpisah berdasarkan agama memperparah segregasi.
4. Pro-Kontra Solusi
Solusi | Argumen Pro | Argumen Kontra |
Revisi UU Penodaan Agama | Kurangi kriminalisasi kebebasan berekspresi. | Dianggap melecehkan agama mayoritas. |
Pembubaran Ormas Radikal | Cegah kekerasan atas nama agama. | Dicap "anti-Islam". |
Pendidikan Multikultural | Bangun toleransi sejak dini. | Dianggap "liberal" oleh kelompok konservatif. |
Penegakan HAM Keras | Lindungi minoritas. | Pemerintah takut kehilangan dukungan politik. |
5. Kasus Nyata (2023–2024)
- Kasus BTS "Coldplay" (2023):
- Konser dituduh "menyebarkan Kristen" oleh kelompok radikal.
- Pelarangan Buku "Islam Kiri" (2024):
- Sensor atas nama "stabilitas".
- Penolakan Pendeta di Cilegon (2024):
- Warga tolak izin gereja dengan kekerasan.
6. Langkah ke Depan
✅ Pemerintah:
- Cabut Perda diskriminatif & hukum tegas pelaku kekerasan.
- Dorong RUU Toleransi yang mengikat.
✅ Masyarakat Sipil: - Laporkan konten hate speech ke Kominfo.
- Bangun dialog lintas agama (e.g., Gus Durian, komunitas pemuda interfaith).
✅ Media: - Berhenti menyebarkan framing konflik SARA.
Kesimpulan
Menurut Todayindonesia, isu SARA di Indonesia adalah bom waktu yang dipicu oleh:
- Politik identitas.
- Radikalisme digital.
- Ketidakadilan sistemik.
Jika tidak diatasi, ancaman perpecahan seperti konflik Ambon 1999 bisa terulang.